bayangan itu, senyum itu, kekonyolan itu, seolah membaur bersama dengan oksigen yang sedaritadi mondar mandir dari hidung ke paru-paru.
marah, kesal, sedih, kangen, nyesel, dan entah beberapa rasa lain yang belum ada bahasa indonesianya berkecamuk saling dorong mendorong untuk menimbulkan percikan air dari ujung mata.
status demi status bertebaran dibalik layar hp yang membuat nafas makin memburu sejalan dengan air yang tadi mengalir. entah kenapa, kita yang jauh kini menjadi begitu dekat. semua memori seolah ter-replay secara otomatis untuk mendukung segala aksi penolakan dalam diri akan kenyataan yang ada.
hidup ini pilihan. ya, memilih untuk tak hiduppun adalah pilihan. kita tak hanya melewati satu, dua atau empat ratus kisah, tak cukupkah itu untuk jadi alasan sekedar membiarkan oksigen menjalankan tugasnya untuk mondar-mandir dari hidung ke paru-paru?
ada hal yang patut dibicarakan dan ada yang tidak pantas untuk disimpan sendiri. harusnya semua taman kanak-kanak memasukkan hal ini kedalam kurikulum agar tak ada lagi orang yang tega meninggalkan beban tanda tanya besar kepada orang lain setelah sepeninggalnya.
harusnya bukan itu yang kamu pilih, karena kita memang sudah dipilihkan. kenapa tidak terima saja perkosaan Tuhan terhadap kita? ingin melawan dengan gaya apapun tak ada kuasa yang lebih nyata dari dia. sekarang? apa? apa? jawab! jangan diam! sok cakep! gila!
capek tau nangisin kamu! dasar konyol! bego!