pernah

rintik hujan dibalik atap kita yang terbuat dari beton tak terdengar sampai kedalam ruangan. kita juga tak perduli apakah diluar hujan atau tidak.

kita pernah sama-sama perduli tentang butiran air hujan yang berhasil melewati tebalnya persatuan antara kerikil, pasir, air dan semen. kita berlomba mengambil satu wadah untuk menjadi lapangan mendarat bagi butiran air itu. kita seolah percaya jika air akan merasa lebih baik dan tidak akan pegal linu ketika ia mendarat di wadah.

kita pernah sama-sama tertawa tentang kecerobohan orang lain. kita pernah saling mengingatkan agar tak terkena hujan jika ingin bepergian. kita pernah saling mengelap sepatu agar sama-sama tak terkena kutu air.

aku benci dengan semua pernah yang kita lalui. aku murka dengan beton tebal yang mengkotak-kotakkan kita menjadi aku di 3x4 dan engkau di 4x5. aku lelah berjalan dengan menutupo mata dan telinga. aku penasaran dengan apa kabarnya rambutmu.

apakah kau juga begitu wahai yang pernah bersatu dengaanku ketika kita masih hemoglobin yang mengaliri arteri dan vena kakek?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Presiden Kelinci © 2012 | Muda, Bermutu dan Selera Semua Umat
Redesigned by @sleepingpasa