ayah..
ayah
ayah
atah ayah
ayah
ayah..
ingin kutulis tulisan ayah sebanyak mungkin dengan gaya tak beraturan.
ayah
ayah...
tapi aku takut nanti tidak akan ada yang bertahan membaca artikel ini. bosan mungkin...
mari kita membicarakan asal-usul kita yang satu ini, dimana kita pernah menjadi bagian dari dirinya ketika kita masih berbentuk cairan.
bayangkan kita berada di dalam satu saluran bernama testosteron dan siap untuk menghantamkan diri ke tubuh ibu. semenjak itulah kita diberi kekuatan untuk "HIDUP".
semenjak dorongan pertama, kita kemudian berpindah dari ayah menuju ibu. menggerogoti perut bagian dalam. menempel di dinding-dinding dan kemudian menyerap saripati makanan ibu. betapa kita membuat ibu harus bekerja lebih giat untuk mengangkat dirinya sendiri.
tapi tunggu dulu. kita tidak akan bicara soal perjuangan ibu. mari kita berbelok ke sosok laki-laki di samping ibu pada foto pernikahan mereka yang terpajang di ruang tengah. ayah.
selama ibu mengandung kita, apakah yang ayah lakukan?
bernafas. tentu saja.
tapi sadarkah kita betapa ayahlah yang memastikan makanan yang ibu makan akan tetap layak untuk kita gerogoti saripatinya?
betapa ayah bangun di malam hari untuk mengusap pinggul ibu yang kesakitan akibat tendangan kita dari dalam?
pernah juga ayah menjadi pencuri mangga atas permintaan ngidam ibu yang aneh-aneh?
mungkin masih banyak yang ayah lakukan semenjak ia melepas kita dari tubuhnya.
kita kemudian lahir di sore yang teduh. dengan musik latar adzan ashar. ibu kesakitan. ayah bersorak.
dua rasa bertolak belakang yang saling menyatu dalam menyambut kelahiran kita.
matahari kemudian membantu kita tetap hidup.
sembari beras melakukan tugas utamanya untuk memberi energi dan body lotion yang mempercantik kulit kita.
ayah semakin menua. diikuti oleh ibu.
kita semakin dewasa.
dan itu artinya intensitas pertemuan dengan ayah dan ibu akan terus berkurang dengan aktifitas yang makin banyak.
kita kemudian memilih jalan hidup sendiri.
lautan memisahkan kita dengan ayah dan ibu.
obrolan hanya berlangsung di telepon dengan intensitas yang kurang.
uang.. uang dan uang..
hanya itu alasan besar kita berkomunikasi.
ibu yang menelpon.
ayah mencari nafkah.
simpulkan sendiri.
ayah
ayah
atah ayah
ayah
ayah..
ingin kutulis tulisan ayah sebanyak mungkin dengan gaya tak beraturan.
ayah
ayah...
tapi aku takut nanti tidak akan ada yang bertahan membaca artikel ini. bosan mungkin...
mari kita membicarakan asal-usul kita yang satu ini, dimana kita pernah menjadi bagian dari dirinya ketika kita masih berbentuk cairan.
bayangkan kita berada di dalam satu saluran bernama testosteron dan siap untuk menghantamkan diri ke tubuh ibu. semenjak itulah kita diberi kekuatan untuk "HIDUP".
semenjak dorongan pertama, kita kemudian berpindah dari ayah menuju ibu. menggerogoti perut bagian dalam. menempel di dinding-dinding dan kemudian menyerap saripati makanan ibu. betapa kita membuat ibu harus bekerja lebih giat untuk mengangkat dirinya sendiri.
tapi tunggu dulu. kita tidak akan bicara soal perjuangan ibu. mari kita berbelok ke sosok laki-laki di samping ibu pada foto pernikahan mereka yang terpajang di ruang tengah. ayah.
selama ibu mengandung kita, apakah yang ayah lakukan?
bernafas. tentu saja.
tapi sadarkah kita betapa ayahlah yang memastikan makanan yang ibu makan akan tetap layak untuk kita gerogoti saripatinya?
betapa ayah bangun di malam hari untuk mengusap pinggul ibu yang kesakitan akibat tendangan kita dari dalam?
pernah juga ayah menjadi pencuri mangga atas permintaan ngidam ibu yang aneh-aneh?
mungkin masih banyak yang ayah lakukan semenjak ia melepas kita dari tubuhnya.
kita kemudian lahir di sore yang teduh. dengan musik latar adzan ashar. ibu kesakitan. ayah bersorak.
dua rasa bertolak belakang yang saling menyatu dalam menyambut kelahiran kita.
matahari kemudian membantu kita tetap hidup.
sembari beras melakukan tugas utamanya untuk memberi energi dan body lotion yang mempercantik kulit kita.
ayah semakin menua. diikuti oleh ibu.
kita semakin dewasa.
dan itu artinya intensitas pertemuan dengan ayah dan ibu akan terus berkurang dengan aktifitas yang makin banyak.
kita kemudian memilih jalan hidup sendiri.
lautan memisahkan kita dengan ayah dan ibu.
obrolan hanya berlangsung di telepon dengan intensitas yang kurang.
uang.. uang dan uang..
hanya itu alasan besar kita berkomunikasi.
ibu yang menelpon.
ayah mencari nafkah.
simpulkan sendiri.